Ujian Nasional Pendidikan Kesetaraan (UNPK) sekarang berbeda dengan dahulu
Salah satu alasan mengapa pengelolaan Kejar Paket
A, Paket B, dan Paket C di tingkat pusat dialihkan kepada Direktorat
Jenderal Pendidikan Dasar dan Direktorat Jenderal Pendidikan Menengah
Kemendikbud adalah masalah beberapa penyelewengan penyelenggaraan yang
tidak sesuai dengan standar nasional pendidikan. Dengan harapan kualitas
proses pendidikan dapat ditingkatkan ketika dikelola oleh ditjen yang
mengurusi pendidikan formal, walaupun didasari betul tidak ada upaya
memformalkan satuan pendidikan kesetaraan. Karena memang
karakteristiknya berbeda dengan satuan pendidikan formal (SD, SMP, SMA).
Sudah menjadi rahasia umum bahwa banyak satuan
pendidikan kesetaraan yang memberikan kemudahan bagi kalangan masyarakat
tertentu untuk menempuh pendidikan kesetaraan dengan instan. Tidak
perlu mengikuti proses pembelajaran, bisa langsung mengikuti ujian
nasional pendidikan kesetaraan (UNPK). Kalangan tertentu menganggap
bahwa UNPK adalah pengganti ujian persamaan dahulu. Padahal ujian
persamaan sudah dihapus. UNPK hanya bisa diikuti jika mengikuti proses
pembelajaran.
Bahkan di era reformasi ada oknum politisi yang memanfaatkan satuan pendidikan kesetaraan untuk
memperoleh ijazah dengan instan. Tidak sedikit satuan pendidikan
kesetaraan yang terjebak masalah hukum karena adanya gugatan dari lawan
politik ketika bertarung memperebutkan kursi legislatif atau kepala
daerah. Mereka biasanya digugat karena memperoleh ijazah dengan cepat,
tidak diketahui kapan mengikuti proses pembelajarannya namun
sekonyong-konyong memperoleh ijazah Paket C Setara SMA.
Saya juga sering mendapatkan pertanyaan melalui
telepon terkait dengan penyelenggaraan Kejar Paket C di kantor saya.
Suara di ujung telepon menanyakan apakah bisa langsung mengikuti ujian
nasional tanpa harus mengikuti pembelajaran.
Adanya sebagian anggota masyarakat yang
menginginkan serba instan ini ditangkap oleh sebagian satuan pendidikan
kesetaraan dijadikan lahan ‘usaha’ baru. Dengan memberikan sejumlah uang
(tentunya dalam hitungan jutaan rupiah), calon warga belajar bisa
langsung mengikuti UNPK.
Sementara itu Permendiknas Nomor 35 Tahun 2012
Pasal 3 ayat (2) butir b menyatakan bahwa syarat peserta UNPK
diantaranya memiliki laporan lengkap penilaian hasil belajar pada satuan
pendidikan nonformal. Pada bagian lain dinyatakan pula bahwa nilai
akhir ujian terdiri dari nilai rata-rata laporan hasil belajar (40%) dan
nilai UNPK. Nah, dari mana satuan pendidikan kesetaraan memperoleh
nilai rata-rata laporan hasil belajar? Nilai tersebut hanya dapat
diperoleh jika proses pembelajaran dilakukan.
Ketika peserta didik langsung mengikuti UNPK tanpa
mengikuti proses pembelajaran, sudah pasti nilai rata-rata laporan hasil
belajar adalah hasil rekayasa. Di sinilah satuan pendidikan kesetaraan
bisa berhadapan dengan persoalan hukum.
Saat ini Kemendikbud berusaha keras memerangi
malpraktek itu, di antaranya dengan melakukan pembinaan dan akreditasi
program pendidikan kesetaraan. Dengan harapan penyelenggaraan program
pendidikan kesetaraan memenuhi standar nasional pendidikan.
Di tengah upaya meningkatkan kualitas pendidikan
kesetaraan dan menghilangkan stigma negatif, saya sangat terkejut
melihat masih saja ada satuan pendidikan kesetaraan yang terang-terangan
beriklan di dunia maya: “Ujian dan Kursus Kejar Paket C”
(silahkan klik tautan tersebut). Memperhatikan kosa kata yang dipilih
ditujukan kepada masyarakat yang membutuhkan ijazah secara instan. Mana
ada kursus Kejar Paket C, karena Kejar Paket bukanlah kursus. Ah ada-ada
saja. Konotasi kursus menunjukkan durasi waktu pembelajaran yang
relatif singkat, tidak bertahun-tahun.
Merujuk pada PP nomor 17 Tahun 2010 pasal 114 ayat
(1) Pendidikan kesetaraan merupakan program pendidikan nonformal yang
menyelenggarakanpendidikan umum setara SD/MI, SMP/MTs, dan SMA/MA yang
mencakupi program Paket A, Paket B, dan Paket C serta pendidikan
kejuruan setara SMK/MAK yang berbentuk Paket C Kejuruan. Jadi jelas
program Paket A, B, dan C adalah pendidikan umum yang diselenggarakan
pada jalur pendidikan nonformal. Bukan kursus!
Lebih vulgar lagi dalam situs yang sama pada bagian persyaratan Program Paket B ditulis “Bisa langsung ujian tanpa mengikuti pembelajaran terlebih dahulu” (silahkan
klik tautan tersebut). Jika penyelenggara menjanjikan bisa langsung
ujian, dari mana bisa diperoleh nilai rapor sebagai salah satu syarat
mengikuti UNPK? Sudah dapat dipastikan lembaga tersebut akan melakukan
rekayasa pembuatan nilai rapor. Karena nilai rapor pada umumnya hanya
bisa diperoleh jika peserta didik mengikuti program pembelajaran Kejar
Paket baik secara tatap muka, tutorial maupun mandiri.
Padahal saat ini sebagian besar elemen
penyelenggara satuan pendidikan kesetaraan sedang berusaha menghilangkan
stigma negatif yang sudah terlanjur melekat. Karenanya iklan tersebut
bisa kontra produktif serta pihak Ditjen Dikdas dan Ditjen Dikmen akan
semakin memandang bahwa satuan pendidikan kesetaraan memang susah
diatur. Bisa jadi pendidikan kesetaraan akan diformalkan sekalian.
Mudah-mudahan dengan diangkatnya tulisan ini sebagian
penyelenggara program Kejar Paket bisa beriklan dengan lebih beretika,
agar tidak membangkitkan keinginan masyarakat untuk mengambil jalan
pintas. Lebih dari pada itu, praktek penyimpangan tersebut bisa
dihindari. Jika tidak, hanya akan membuat citra pendidikan kesetaraan
yang semakin buruk dan terpuruk.
Komentar
Posting Komentar